MUDIK
Jalan ini telah berpuluh kali kulewati
Tapi hati selalu saja menapak sepi
Menyeret terompah sunyi hingga ke ulu hati
Menuju rumah sendiri
Meninggalkan desa untuk mencari nama
Kembali ke desa untuk menebar pesona
Betapa renta degub di dada
Sebab hidup hanya sebatas kata
Antara panggung sandiwara dan lakon yang entah milik siapa
Maka topeng ini jadi bermakna
Hari ini aku kembali
Entah sebagai tamu di rumah sendiri
Atau tuan rumah yang dirundung sepi
Pada kamar kusam yang telah setahun aku tinggalkan
Lukisan di dinding itu semakin berdebu
Menikam kelam hingga di kalbu
Menatap cermin tua ini
Aku melihat luka dan pilu pada wajah sendiri
Seperti pemain sirkus yang telah kehilangan panggung
Langkah kakiku makin terhuyung
Apa sejatinya yang kucari di tanah rantau
Sekerat dendeng ataukah sepotong roti
Atau semacam harga diri yang tak terbeli?
Mudik kali ini aku mencari sisa-sisa sepi pada masa laluku
Detak jam di dinding
Suara cicak di balik almari
Juga kalender yang beku di tembok kusam itu
Ada yang tak terbaca oleh mata
Tapi bergetar di relung jiwa
Saat diam-diam kupandang potret Ibu
Basah di kelopak mata
Remuk rindu di dalam dada
Tangisku pecah membakar jiwa
Ibu,
Masih adakah cara untuk meminta maaf padamu?
Pada sesal yang gatal
Ijinkan kucium telapak kakimu
Dan kumandikan dengan air mataku
(Embun Puasa #25, 2017 - Gus Nas Jogja)